E-Commerce Lokal: Pajang Barang, Uang Datang
Ada ungkapan, “Dunia tak selebar daun kelor”. Begitu juga adanya dengan internet. Dunia maya tidaklah sebatas Google, Facebook, dan Twitter.
Jika selama ini Anda mengira, internet hanya wahana kegiatan konsumtif, coba pikirkan lagi.
Ya, kebanyakan orang memang berselancar di dunia maya untuk sekadar membaca berita, membuka jejaring sosial, mengecek surat, atau mengunduh musik dan film. Semua bersifat pasif dan, pada umumnya, tidak produktif. Produktif di sini bermakna menghasilkan imbalan berupa materi.
Tapi, sebagaimana ungkapan pada awal artikel, cakupan internet lebih dari itu. Di ranah ini, aktivitas Anda pun bisa mendatangkan gelontoran uang.
Caranya, mulailah membuka bisnis online. Apa saja dapat didagangkan di dunia maya selama Anda memang punya produknya. Gaun malam atau kerajinan tangan, pempek kapal selam sampai kapal selam sungguhan.
Kalau barang jualan sudah ada, saatnya memasarkan. Berpromosi lewat Facebook atau Twitter boleh saja. Tapi, cara tersebut kerap kontraproduktif karena dianggap mengganggu. Beriklan di forum seperti Kaskus pun sah-sah saja. Walau sebenarnya, itu telah menyimpang dari hakikat sebuah forum sebagai ajang diskusi.
Solusinya, pakailah situs atau blog toko virtual milik Anda sendiri. Cara ini akan terlihat lebih elegan dan profesional. Namun, bagaimana jika Anda tidak paham atau tidak punya waktu membuatnya? Jangan khawatir. Sudah banyak situs perantara yang bisa membantu berjualan di internet. Lebih asyik lagi, layanan yang akrab disebut e-commerce ini dilakoni pula oleh para pengembang lokal.
Selain mempunyai antarmuka (baca: bahasa) yang lebih mudah dimengerti, situs e-commerce lokal semestinya lebih paham budaya jual beli dalam negeri. Hal ini tentunya penting, mengingat transaksi di ranah maya belum terlalu populer di sini.
Siapa sajakah para pemain e-commerce lokal dan bagaimana jenis-jenis layanan yang ditawarkan? Anda dapat mencermati hasil wawancara InfoKomputer dengan beberapa di antara mereka. Setelah itu, silakan tentukan situs yang paling sesuai dengan selera dan kebutuhan, lalu buka etalase.
Akhir kata, selamat berdagang dan menangguk uang! (Erry FP)
Tokopedia: Enam Miliar Setahun
Jika berbicara situs e-commerce lokal, pasti tidak bisa lepas dari nama Tokopedia.
Mengusung konsep online marketplace, situs yang didirikan William Tanuwijaya dan Leontinus ini sebetulnya masih berusia muda. Pada 17 Agustus lalu, usia mereka baru genap satu tahun.
Namun, jangan pandang sebelah mata terhadap kebeliaan Tokopedia. Dalam waktu satu tahun tersebut, mereka telah berhasil menjaring 44.785 anggota (per 16 Agustus 2010). Sebanyak 4.659 di antaranya aktif membuka toko dan berjualan.
Statistik lain, per bulan rata-rata Tokopedia mencatat 500 juta pengunjung dan tiga juta pageviews. Jumlah transaksinya? Kini, totalnya mencapai angka enam miliar rupiah. Angka yang fantastis.
Kunci sukses Tokopedia terletak pada rasa aman dan nyaman yang diberikan kepada para pengguna. Bagi pembeli, sistem Rekening Bersama (escrow) yang diterapkan Tokopedia mampu meminimalkan risiko penipuan.
“Pembayaran dilakukan lewat kami. Uang itu kami tahan dulu hingga barang diterima oleh pembeli,” papar William. “Pembeli pun bisa melacak pesanan mereka,” tambahnya.
Di sisi lain, penjual juga mendapatkan pengalaman berdagang yang lebih simpel. Tinggal buat akun, pajang produk, pasang foto dan harganya, lantas tunggu calon pembeli datang. “Mereka tidak perlu pusing dengan pemprograman web dan SEO. Semuanya sudah tinggal dipakai,” ucap William.
William merupakan lulusan Teknik Informatika Binus. Ia pun sempat menggawangi salah satu forum jual beli online.
Di forum tersebut, William pernah memperoleh laporan dari seorang anggota yang tertipu Rp12 juta. Orang itu sudah mentransfer uang, tapi barang yang ia pesan tidak kunjung datang. “Saya tidak berdaya membantu,” ujar William. Latar belakang itulah yang ia bawa saat mengembangkan Tokopedia.
Sampai saat ini, Tokopedia belum mengenakan biaya bagi seluruh pengguna. Tapi pada masa depan, William berencana menarik komisi atas setiap transaksi yang berhasil. “Sumber pemasukan lain bisa diperoleh dari feature khusus berbayar bagi penjual serta tentunya dari iklan,” ungkapnya.
TokoBagus: Iklan Baris Elekronik
Lahir di Belanda, berbisnis di Bali. Demikian yang dilakukan Arnold Sebastian Egg dan Remco Lupker.
Melalui TokoBagus, dua ekspatriat asal negeri keju ini melayani kebutuhan pengguna internet tanah air terhadap belanja online.
Inisiatif lahir dari kepala Arnold. Ketika berkunjung ke Bali beberapa tahun silam, ia melihat potensi untuk mengembangkan situs e-commerce di Indonesia.
“Bentuk wilayah kepulauan dengan penduduk menyebar dianggap sesuai dengan konsep bisnis online yang tak terbatas ruang, waktu, dan tempat,” Ichwan Sitorus (Corporate Communications TokoBagus) menjelaskan.
Diluncurkan tahun 2005, TokoBagus memilih konsep situs classified ads alias iklan baris. Tentu bukan dalam format konvensional seperti di media cetak atau ala Google AdWords. Karena berwujud situs, TokoBagus bisa menyajikan iklan secara lebih menarik.
“Beberapa kelebihan TokoBagus bagi penjual adalah keanggotaan gratis, fasilitas kanal promosi di jaringan Google, Yahoo!, dan Facebook, serta jendela online chat via Y!M dan Skype,” kata Ichwan.
Menariknya, penjual dapat memantau kinerja iklan yang ia pasang lewat tampilan grafik hits.
Layaknya iklan baris di koran, TokoBagus membagi-bagi iklan ke dalam banyak klasifikasi. Pengunjung dapat mencari barang yang diinginkan dengan mudah. Mereka juga bisa memilah iklan berdasarkan lokasi penjual. Caranya? Cukup klik pada peta yang ada di halaman muka.
Lima tahun berdiri, TokoBagus saat ini memiliki tak kurang dari 700 ribu anggota. Domisilinya tersebar di seluruh nusantara. Sayang, besar transaksi dan jumlah item yang terjual selama ini tidak tercatat. “Yang kami tahu, empat kategori paling laris adalah otomotif, busana, properti, dan gadget,” tutur Ichwan.
Selama ini, TokoBagus hanya berperan sebagai media promosi. Proses transaksi dilakukan langsung antara penjual dan pembeli. Lalu, bagaimana cara menjaga rasa aman pembeli dalam berbelanja?
“Kami memiliki feature Verified Member,” jawab Ichwan. Feature ini meliputi mekanisme verifikasi tertentu oleh TokoBagus guna memastikan keberadaan si penjual di dunia nyata. Tapi, ke depan, mereka juga berencana menerapkan sistem escrow (perantara pembayaran) dalam transaksi online.
BukaLapak: Pasar Sepeda
Sepeda sepertinya sedang menjadi hot item masa kini. Di tengah kemacetan dan polusi kota-kota besar, sejumlah orang berpaling kepada modus transportasi roda dua ini.
Selain lebih lincah, sepeda dianggap sebagai kendaraan yang ramah lingkungan serta menyehatkan. Bahkan, bersepeda akhirnya menjelma jadi gaya hidup urban.
Mungkin alasan ini pula yang menyebabkan jual beli sepeda menjadi marak, termasuk di ranah maya. Di situs pasar online BukaLapak, nyaris separuh barang yang dipajang berupa sepeda berikut pernak-perniknya.
“Hampir setiap hari terdapat 100 lebih barang untuk kategori sepeda,” kata Achmad Zaky (co-founder BukaLapak). Bahkan, Zaky mengklaim, situs miliknya merupakan pasar sepeda online paling lengkap di Indonesia.
Zaky dan Nugroho Heru Cahyono (co-founder lain BukaLapak) sebetulnya tidak mengkhususkan BukaLapak sebagai tempat berniaga sepeda. Cuma kebetulan, mereka hobi bersepeda.
Teman-teman di komunitasnya ternyata sangat tertarik dengan konsep pasar virtual BukaLapak. Ditambah lagi, belum ada situs lokal yang kuat di bidang itu. Akhirnya, “pasar sepeda” pun terbentuk.
Ketika pertama dikembangkan Desember 2009, Zaky dan Nugroho memiliki ide untuk membuat pasar online yang sederhana dan memudahkan. Bila dilihat dari segi antarmuka, BukaLapak memang lebih sederhana dibanding situs serupa lainnya. Kotak pencarian barang lebih simpel serta bisa disaring berdasarkan kategori dan kota penjual. Pembeli dan penjual pun boleh tawar-menawar secara tertutup lewat fasilitas real-time chat.
Menyoal proses transaksi, Zaky mengaku, lebih banyak pengguna yang memakai sistem COD (cash on delivery). Artinya, pembayaran baru dilakukan ketika barang telah diterima pembeli. Namun, karena banyak masalah penipuan, BukaLapak akhirnya menyediakan layanan rekening bersama. “Tapi, sifatnya tidak wajib dan hanya dikenakan biaya tertentu,” alumni Teknik Informatika ITB ini menambahkan.
Sejak diluncurkan Maret 2010, BukaLapak kini sukses memiliki sekitar 10 ribu anggota. Zaky tidak menjelaskan rencana monetisasi dalam waktu dekat. Ia lebih mengutamakan pengayaan feature dan perbaikan pengalaman pengguna.
“BukaLapak.com dibangun atas dasar value (nilai). Saat ini, kami masih berfokus ke arah sana,” ujarnya.
DinoMarket: Kaya Aplikasi
Pasar Indonesia, terutama di kota-kota besar, sangat fasih akan tren digital. Menjelajah internet sudah jadi kebiasan sehari-hari, khususnya akses dari ponsel cerdas (smartphone). Tidak mengherankan kalau BlackBerry, iPhone, dan ponsel Android makin laris.
Fenomena ini tidak luput dari pengamatan Victor Wiguna, pendiri rumah pengembangan aplikasi Veelabs. Mengikuti tren dan kebutuhan gaya hidup digital masyarakat, ia berinisiatif membuat akses mobile untuk DinoMarket, portal e-commerce miliknya.
DinoMarket sebetulnya sudah lahir sejak dua tahun lalu. Tapi, mungkin karena ketika itu gaung e-commerce masih sayup-sayup, namanya belum begitu terdengar. Popularitas DinoMarket baru terangkat sejak awal 2010 berkat promosi yang lebih gencar.
Bersamaan dengan itu, mereka memperkenalkan dua aplikasi mobile untuk iPhone dan BlackBerry. “Kami portal jual beli pertama di Indonesia yang menyediakan akses via aplikasi BlackBerry, iPhone, serta situs versi mobile,” klaim Ajeng Resti (Marketing Staff Veelabs).
Masih menurut Ajeng, penilaian terhadap situs e-commerce tak bisa hanya diukur dari jumlah hits atau urutan ranking. Soalnya, parameter yang dipakai cuma mengukur akses melalui desktop. Padahal, kini sudah banyak orang yang berniaga lewat mobile internet. “Buktinya, dari hampir 100 ribu anggota DinoMarket, pertumbuhan akses versi mobile sangat pesat,” tukas Ajeng.
Proses berjualan di DinoMarket tergolong simpel. Cukup 15 menit waktu yang diperlukan penjual untuk registrasi, membuat lapak online dengan subdomain sendiri, lalu mengunggah detail barang dagangan. Jangan lupa, lengkapi foto atau video produk. Selanjutnya, tinggal tunggu calon pembeli datang berkunjung dan menawar.
Uniknya, proses tawar-menawar dapat dilakukan via online chatting sehingga lebih interaktif. Kalau harga cocok, pembeli tinggal mengirimkan sejumlah uang ke rekening pemilik lapak dan barang pun akan dikirimkan, sesuai perjanjian.
Secara garis besar, konsep DinoMarket sebenarnya lebih bersifat wahana beriklan dibanding pasar online. Pasalnya, transaksi masih dilakukan secara tradisional di luar sistem DinoMarket.
Akan tetapi, pada situsnya, terdapat banner yang menyebut kehadiran platform pembayaran khusus. Seperti apa dan kapan? Sayangnya, belum ada informasi lebih lanjut.
KrazyMarket: Sasar Pehobi
Pernah tahu komunitas penggila dan kolektor barang-barang tertentu? Contohnya, pengumpul prangko, uang kuno, pernak-pernik superhero, dan barang antik.
Jumlahnya tidak terlalu banyak. Tapi, pada umumnya, mereka merupakan tipikal orang-orang yang gigih dalam melengkapi barang koleksi atau memenuhi kebutuhan hobinya. Demi kepentingan tersebut, mereka rela merogoh kocek dalam-dalam. Bagi mereka, kebahagiaan punya maknanya sendiri.
Dalam dunia bisnis, komunitas pehobi semacam ini tergolong sebagai pasar di ceruk sempit (niche market). Mereka inilah yang disasar Philippe Do melalui usaha e-commerce KrazyMarket yang telah ada sejak 2008. Jumlah anggotanya kini mencapai 15 ribuan dengan total transaksi sekitar Rp5 miliar.
Di tengah merebaknya situs-situs perniagaan online, diferensiasi memang penting. Secara sekilas, tampilan KrazyMarket tidaklah jauh berbeda dengan situs e-commerce lainnya.
Perbedaan baru terlihat jika meneliti daftar kategori barang jualan terpopuler. Seluruhnya berhubungan dengan benda-benda yang kerap jadi bahan koleksi.
“Produk paling laku saat ini antara lain kamera Lomo, kamera Polaroid, sepeda lipat, perangkat airsoft gun, dan action figure,” ungkap Philippe.
Selain kepentingan bisnis, Philippe juga punya niat mulia. Ia ingin membantu para anggota komunitas dalam menjalankan hobinya. “Rasanya puas kalau melihat pengguna KrazyMarket bisa mendapat barang yang tidak ada di tempat lain,” ia mengakui. Pasalnya, pria berdarah Vietnam ini pun seorang pehobi surfing sehingga ia merasakan sendiri manfaatnya.
Menariknya, pembeli produk-produk yang dijual di KrazyMarket meluas sampai ke mancanegara. Biasanya, mereka berburu barang antik atau kerajinan tangan. “Bayangan saya,” kata Philippe, “KrazyMarket bisa memfasilitasi kolektor dari Jepang yang ingin membeli barang antik dari penjual di Turki.”
Untuk fasilitas pendukung, KrazyMarket menyediakan sistem escrow bernama ShopSafe. Pembayaran dilakukan pembeli ke rekening KrazyMarket. Uang baru ditransfer ke penjual bila barang telah sampai ke pembeli. Ada juga EasySell untuk membantu penjual yang sedang dilanda kesibukan.
Menanggapi iklim persaingan bisnis e-commerce di Indonesia, Philippe mengaku tidak khawatir. Baginya, masih ada cukup tempat bagi semua untuk bertumbuh.
Kemana: Amazon Indonesia
Di antara pemain-pemain e-commerce lokal, Kemana.com memilih konsep berbeda. Alih-alih bermain di ranah pasar virtual dan parade iklan, situs ini mengambil peran sebagai peritel online.
Uraian proses bisnis Kemana kira-kira sebagai berikut. Tim Kemana menghimpun barang dari banyak pemasok, memajangnya di etalase maya, lantas melakukan transaksi penjualan online. Masih belum paham? Untuk contoh konkretnya, bayangkan Amazon.com.
“Saat ini, kami bekerja sama langsung dengan para pemasok dan menangani secara penuh hal-hal yang berkaitan dengan IT dan imagery (gambar),” Antonius Purwanto (Marketing Manager Kemana.com) membeberkan. Hal tersebut dipandang penting sebagai bentuk kendali mutu terhadap barang-barang yang dijual.
Deretan produk yang ditawarkan Kemana memang luas. Kategori populer seperti peralatan elektronik, ponsel, dan pakaian sudah pasti ada. Yang cukup menarik adalah perhiasan dan dekorasi rumah bikinan perajin lokal. Misalnya, kalung perak asal Bali dan patung kayu asal Jawa Timur.
Kemana bukan hanya mengandalkan koleksi barang dagangan. Kenyamanan dan keamanan pembeli pun diutamakan.
Pertama, sistem belanja online yang sistematis dan rapi. Kedua, tersedia tiga alternatif pembayaran, yaitu transfer bank/ATM, kartu kredit, dan PayPal. Ketiga, perlindungan transaksi oleh teknologi Secure Socket Layer (SSL) terenkripsi 256-bit dari VeriSign dan McAfee. Guna menjamin pengantaran barang, Kemana juga memiliki jasa kurir terintegrasi dengan layanan RPX.
Melihat tampilan situs Kemana, nuansa global langsung terasa. Lihat saja feature dwibahasa (Indonesia – Inggris) serta layanan mata uang Rupiah dan USD. “Pengguna situs ini memang tidak hanya berasal dari Indonesia, tapi juga berdomisili di benua Amerika, Eropa, dan Asia,” ungkap Antonius.
Kemana sepertinya telah disiapkan pendirinya, Christopher Benz (warga negara AS), untuk mendunia. Sebagai informasi, Benz ialah empunya CraftNetwork, web etalase produk-produk seniman pulau dewata.
Menurut Antonius, industri e-commerce di tanah air punya potensi berkembang pesat. Syaratnya, pengguna internet Indonesia harus diyakinkan akan keamanan bertransaksi di dunia maya.
“Adalah sangat penting, Kemana dan situs e-commerce lain mampu menunjukkan kepada masyarakat, belanja online itu aman.” pungkasnya.
Juale: Pilih Edukasi
Mayoritas pelakon e-commerce lokal mengedepankan kata “gratis” sebagai salah satu daya tarik. Lain halnya dengan Juale. Situs ini memilih untuk menarik bayaran dari para pengguna. Besarnya pun lumayan, antara 1 – 5 juta rupiah per tahun.
Terlihat mahal? Tengok dulu sederet keuntungan yang akan diterima.
Sebuah domain utama (.com, .net, .org), storage sampai 500MB, bandwidth hingga 30Gb/bulan, akun e-mail, juga strategi SEO untuk toko online anggota.
Belum lagi dukungan teknis dan konsultasi bisnis dari Virtual Consulting milik Nukman Luthfie. Rasanya sangat setimpal, bukan?
“Juale memang membidik segmen pasar yang berbeda dengan pemain e-commerce lokal lainnya,” ungkap Ivan Laksana (co-founder Juale).
Secara gamblang, ia memaparkan, Juale diperuntukkan bagi pengusaha sungguhan, bukan yang berniat coba-coba. Anggotanya harus sudah memiliki toko offline dan berminat menumbuhkan bisnis lewat kanal online.
“Oleh karenanya, kami memberi nama domain penuh kepada pemilik toko. Bukan subdomain yang menumpang ke Juale.com,” ujar Ivan. Dengan harapan, sang pemilik bakal lebih bertanggung jawab mengurusi toko online-nya.
Bila dagangannya sukses, otomatis nama si toko yang terangkat, bukan Juale. “Juale berperan bak pusat pertokoan yang menyewakan gerai, bukan pasar swalayan yang sebatas kanal distribusi,” ia beranalogi.
Menilik konsep bisnis yang berbeda ini, bisa dimaklumi kalau Juale baru memperoleh sekitar 1200 anggota. Padahal, sepuluh bulan sudah usia Juale. “Pertumbuhan kami memang lambat,” Ivan mengakui.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih gemar layanan gratis Ivan sebut sebagai tantangan utama. Hal itulah yang sedang dididik tim Juale kepada para pebisnis, khususnya UKM. Caranya melalui seminar dan workshop ke berbagai daerah. Delapan kota telah mereka sambangi, antara lain Bogor, Bandung, dan Medan. Mereka pun bermitra dengan pemda, Dekranasda, kampus, dan media.
Bagi Ivan, edukasi yang dilakukan tim Juale adalah bagian dari usaha membantu orang banyak. “Kami ini membangun jiwa socialpreneur,” sebutnya di ujung wawancara.
0 komentar:
Posting Komentar